September membawa banyak kisah dalam Kutipan Sejarah Negara
Tercinta Indonesia Kita ini, terlebih Tragedi yang terjadi di duadasawarsa
setelah Kemerdekaan Kita tepatnya pada bulan September ini, Yaitu Tragedi
Hitamnya Keadaan pada waktu itu, Pemberantasan para petinggi-petinggi Negara
yang tak lepas dari para Komandan dan Kyai-kyai besar pada waktu itu.
Bulan September 1965, sekalipun sudah berlangsung 20 tahun
kemerdekaan kita, namun tak memungkiri adanya rasa Ketidakmerdekaan Bangsa
karena masalah Intern Kita sendiri, saat-saat ini lah yang tak akan mungkin
terlupakan dan tak akan Hilang dari sebuah Peradaban, sekalipun yang Kita
ketahui sekarang entahlah sebuah Gurauan ataulah Kebenaran.
Hitam dan benar-benar Hitam sekali tinta yang menggores
Kutipan Sejarah bangsa Kita di Bulan September 1965 itu, yang berpuncak pada
tanggal 30 September 1965 dan sekarang Kita kenal dengan G30SPKI (Gerakan 30
September Partai Komunis Indonesia), Semoga dan Kita Yakini Keadilan selalu
berpihak pada siapa yang Berdiri diatas Kebenaran.
Negara kita sudah banyak memiliki Tragedi Hitam dalam Sejarah
Kebangkitannya, dan sekarang pada bulan yang sama di tahun 2015, tercatatlah
Tragedi Hitam dalam Pondok Kita, namun dalam keadaan yang berbeda dan mungkin
lebih indah ketimbang yang dirasakan oleh Negara Kita dulu.
Penghitaman jalanan dan lapangan
Asrama Pondok Kita dengan Lapisan Aspal Panas yang Diratakan, yang berhasil
menghitamkan jajaran tanah di kawasan Asrama Pondok Kita.
Usilnya debu pasir yang selang
beberapa pekan ini menyerang seantero kawasan Asrama Putra khususnya, hingga ke
sela-sela rongga motor para Asatidz sudah mulai menipis kembali yang
kemarin-kemarin mungkin mencapai 1 cm ketebalan debunya yang melekat.
Rasa adem dan sejuk pun sedikit
dirasakan dari yang kemarin, dimana pantulan teriknya matahari langsung sangat
Kita rasakan bersama, namun perlahan sekarang mulai tertelan oleh lapisan aspal
itu sendiri, sebagai gantinya hawa yang sedikit panas akan Kita rasakan ketika
Sang Hujan mulai mengguyurnya, hawa panas yang tersimpan di dalamnya pun mulai
terbebas kembali berkeliaran di sekitar rintikan air hujan.
Tak hanya memberikan keuntungan
bagi salah satu pihak, kehadiran sang hitam ini justru mampu menjadi ancaman
bagi para pemain bola dan sekawanan santri yang sedang berlatih pencak silat
atau lainnya, sekalipun daratan terasa nyaman karena merata dan rapih tidak
berjerawat, namun bisa terbayangkan bagaimana rasanya ketika anggota kulit Kita
langsung Berciuman dengan sang aspal tanpa ada perantara kain sedikitpun,
ataupun yang hanya tipis.
Namun hal ini sungguh dan
benar-benar harus Kita syukuri bersama, semuanya adalah anugerah Tuhan dengan
Perantara yang Indah.
Sebuah sejarah tidak sepatutnya
diketahui lalu terabaikan dan terlupakan begitu saja, tragedi Hitam Negeri Kita
di bulan september itu harus selalu terekan dengan Indah dalam Ingatan, begitu
Tragedi Hitam di bulan september 2015 yang terjadi di Pondok Kita ini.
Dan semoga Kita termasuk yang
dijadikan oleh Sang Tuhan sebagai HambaNya yang selalu Mensyukuri dan Menikmati
segala Keadaan yang Ada.
Celoteh DeeZain
0 Comments
Monggo Dikomen Pabila Berkenan~